Gatotkaca Gugur
Hari itu sudah gelap, dan menurut aturan perang, pernag dihentikan sementara. Namun tidak tahu mengapa Korawa melanggar aturan itu dan mengirim senopati perangnya, Adipati Karna malam itu ke perkemahan Pandawa.
Adipati menerobos dan menghancurkan pasukan Pandawa di garda depan. Mengetahui serangan Adipati Karna, Sri Kresna kemudian memanggil Raden Gatotkaca, putera Raden Werkudara.
Kresna meminta Gatotkaca agar maju untuk melawan Karna. Gatotkaca pun bersedia menjalankan perintah sang raja Dwarawati tersebut.
Malam semakin larut, namun di angkasa ladang Kurukhsetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana. Nyala obor ribuan prajurit kedua belah pihak yang saling hantam gada, sabet pedang, lempar tombak dan kelebat kelwan dan juga hujan anak panah.
Gatotkaca mengerahkan semua kemampuannya. Ia terbang mengangkasa dan kemudian menukik turun menyambar mangsanya. Sekali sambar, puluhan prajurit Hastina tergelepar tanpa daya dengan terpisahnya kepala-kepala mereka dari gembungnya.
Melihat keganasan Gatotkaca, Karna merasa kewalahan menghadapinya, karena Gatotkaca kebal terhadap segala macam senjata. Prabu Duryudana pun mencemaskan nasib pasukannya, bila Gatotkaca terus mengamuk.
Duryudana kemudian memerintahkan Karna untuk menggunakan senjata pamungkasnya, Kunta Wijayandanu. Namun karna menolak karena senjata andalannya itu akan digunakan untuk menghadapi Arjuna.
Karena Duryudana mendesak, akhirnya Adipati Karna menggunakan Kunta Wijayandanu. Gatotkaca yang tahu akan kehebatan dan riwayat senjata itu, segera terbang tinggi-tinggi. Senjata Kunta yang dilemparkan Karna tidak dapat mencapai Gatotkaca yang terbang tinggi di atas awan.
Di angkasa, muncul arwah Kalabendana, paman Gatotkaca yang mati terbunuh tanpa sengaja oleh Ksatria Pringgodani. Arwah Kalabendana menyambar Kunta yang melayang dan meneruskannya, menghujam ke perut Gatotkaca, tepat di bagian pusar, dimana warangka senjata Kunta Wijayandanu menyatu dengan tubuh Gatotkaca saat bayi.
Tubuh Gatotkaca jatuh mengarah ke kereta Basukarna. Namun Basukarna bukanlah ksatria biasa, ia secepat kilat melompat dari keretanya. Jasad Gatotkaca menimpa kereta, keretanya hancur lebur, pun dengan delapan kuda dan kusirnya tewas dengan jasad yang tak terbentuk.
Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira bagi kubu Korawa. Sebaliknya, kesedihan mendalam meliputi pihak Pandawa. Werkudara hampir tidak bisa menguasai dirinya, melihat kematian Gatotkaca.
Sementara sang ibu, Arimbi juga tidak kuat menahan emosi. Arimbi menceburkan dirinya ke perapian membara yang telah disiapkannya. Sudah menjadi tekatnya, jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya kealam kelanggengan, dia akan nglayu membakar diri.
Adipati menerobos dan menghancurkan pasukan Pandawa di garda depan. Mengetahui serangan Adipati Karna, Sri Kresna kemudian memanggil Raden Gatotkaca, putera Raden Werkudara.
Kresna meminta Gatotkaca agar maju untuk melawan Karna. Gatotkaca pun bersedia menjalankan perintah sang raja Dwarawati tersebut.
Malam semakin larut, namun di angkasa ladang Kurukhsetra kilatan ribuan nyala obor menerangi bawana. Nyala obor ribuan prajurit kedua belah pihak yang saling hantam gada, sabet pedang, lempar tombak dan kelebat kelwan dan juga hujan anak panah.
Gatotkaca mengerahkan semua kemampuannya. Ia terbang mengangkasa dan kemudian menukik turun menyambar mangsanya. Sekali sambar, puluhan prajurit Hastina tergelepar tanpa daya dengan terpisahnya kepala-kepala mereka dari gembungnya.
Melihat keganasan Gatotkaca, Karna merasa kewalahan menghadapinya, karena Gatotkaca kebal terhadap segala macam senjata. Prabu Duryudana pun mencemaskan nasib pasukannya, bila Gatotkaca terus mengamuk.
Duryudana kemudian memerintahkan Karna untuk menggunakan senjata pamungkasnya, Kunta Wijayandanu. Namun karna menolak karena senjata andalannya itu akan digunakan untuk menghadapi Arjuna.
Karena Duryudana mendesak, akhirnya Adipati Karna menggunakan Kunta Wijayandanu. Gatotkaca yang tahu akan kehebatan dan riwayat senjata itu, segera terbang tinggi-tinggi. Senjata Kunta yang dilemparkan Karna tidak dapat mencapai Gatotkaca yang terbang tinggi di atas awan.
Di angkasa, muncul arwah Kalabendana, paman Gatotkaca yang mati terbunuh tanpa sengaja oleh Ksatria Pringgodani. Arwah Kalabendana menyambar Kunta yang melayang dan meneruskannya, menghujam ke perut Gatotkaca, tepat di bagian pusar, dimana warangka senjata Kunta Wijayandanu menyatu dengan tubuh Gatotkaca saat bayi.
Tubuh Gatotkaca jatuh mengarah ke kereta Basukarna. Namun Basukarna bukanlah ksatria biasa, ia secepat kilat melompat dari keretanya. Jasad Gatotkaca menimpa kereta, keretanya hancur lebur, pun dengan delapan kuda dan kusirnya tewas dengan jasad yang tak terbentuk.
Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira bagi kubu Korawa. Sebaliknya, kesedihan mendalam meliputi pihak Pandawa. Werkudara hampir tidak bisa menguasai dirinya, melihat kematian Gatotkaca.
Sementara sang ibu, Arimbi juga tidak kuat menahan emosi. Arimbi menceburkan dirinya ke perapian membara yang telah disiapkannya. Sudah menjadi tekatnya, jika nanti anak kesayangannya mati sebelum kepergiannya kealam kelanggengan, dia akan nglayu membakar diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar